Senin, 22 November 2010

CAHAYA


Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem. Ada tiga aspek penting yang erat kaitannya dengan sistem ekologi, yaitu:
a. Kualitas cahaya.
b. Intensitas cahaya.
c. Lama penyinaran.
Variasi dari ketiga parameter tadi akan menentukan berbagai proses fisiologi dan morfologi dari tumbuhan.
1. Kualitas Cahaya
Radiasi matahari secara fisika merupakan gelombang-gelombang elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang. Tidak semua gelombang-gelombang tadi dapat menembus lapisan atas atmosfer untuk mencapai permukaan bumi. Yang dapat mencapai permukaan bumi ini adalah gelombang-gelombang dengan ukuran 0,3 sampai 10 mikron. Gelombang yang dapat terlihat oleh mata berkisar antara 0,39 sampai 7,60 mikron, sedangkan gelombang di bawah 0,39 merupakan gelombang pendek dikenal dengan ultraviolet dan gelombang di atas 7,60 mikron merupakan radiasi gelombang panjang atau infrared/merah-panjang. Umumnya kualitas cahaya tidak memperlihatkan perbedaan yang mencolok antara satu tempat denan tempat lainnya, sehingga tidak selalu merupakan faktor ekologi yang penting. Meskipun demikian telah dipahami adanya respon kehidupan terhadap berbagai panjang gelombang cahaya ini.

2. Kepentingan Kualitas Cahaya
Umumnya tumbuhan teradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang gelombang antara 0,39 sampai 7,60 mikron. Utraviolet dan infrared tidak dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Klorofil yang berwarna hijau mengabsorbsi cahaya merah dan biru, dengan demikian panjang gelombang itulah merupakan bagian dari spektrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis. Di ekosistem daratan kualitas cahaya tidak mempunyai variasi yang berarti untuk mempengaruhi fotosintesis, kecuali apabila kanopi vegetasi menyerap sejumlah cahaya maka cahaya yang sampai di dasar akan jauh berbeda dengan cahaya yang sampai di kanopi, akan terjadi pengurangan cahaya merah dan biru. Dengan demikian tumbuhan yang hidup di bawah naungan kanopi harus teradaptasi dengan kondisi cahaya yang rendah energinya. Dalam ekosistem perairan cahaya merah dan biru diserap fitoplankton yang hidup di permukaan, sehingga cahaya hijau akan dilalukan atau dipenetrasikan ke lapisan lebih bawah dan sulit untuk diserap oleh fitoplankton. Ganggang merah dengan pigmen tambahan phycoerythrin atau pigmen merah coklat mampu mengabsorpsi cahaya hijau ini untuk fotosintesisnya, dengan demikian ganggang merah ini mampu hidup pada kedalaman laut.
Pengaruh dari cahaya ultraviolet terhadap tumbuhan masih belum jelas, yang terang cahaya ini dapat merusak atau membunuh bakteria dan juga dipahami mampu mempengaruhi perkembangan tumbuhan menjadi terhambat pertumbuhannya. Umumnya gelombang-gelombang pendek dari radiasi matahari terabsorbsi di bagian atas atmosfer sehingga hanya sebagian kecil yang mampu sampai di permukaan bumi. Dengan demikian pengaruh ultraviolet ini akan terjadi dan sangat terasa di daerah pegunungan yang tinggi. Bentuk-bentuk daun yang roset merupakan karakterisktika tumbuhan di daerah pegunugan, hal ini merupakan hasil penyinaran ultraviolet dan menghambat untuk terjadinya batang yang panjang. Juga diperkirakan ultraviolet dapat mencegah berbagai jenis tumbuhan untuk bermigrasi, sehingga dengan demikian cahaya ultraviolet berfungsi sebagai agen dalam menentukan penyebaran tumbuhan.
3. Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya yang terpenting sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/spasial maupun dalam waktu/ temporal. Radiasi matahari yang sampai dan menembus atmosfer bumi akan terabsorpsi dan terrefleksi atau terhamburkan oleh gas-gas dan partikel-partikel yang dikandungnya. Intensitas cahaya yang terbesar terjadi di daerah tropika, terutama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya direfleksikan oleh awan. Di daerah garis lintang rendah cahaya matahari menembus atmosfer dan membentuk sudut yang besar dengan permukaan bumi, sehingga lapisan atmosfer yang tertembus berada dalam ketebalan minimum.
Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan naiknya garis lintang. Pada garis lintang yang tinggi matahari berada pada sudut yang rendah terhadap permukaan bumi dan juga permukaan atmosfer, dengan demikian sinar menembus lapisan atmosfer yang terpanjang, ini akan mengakibatkan lebih banyak cahaya yang direfleksikan dan dihamburkan oleh lapisan awan dan pencemar di atmosfer.
Perbedaan musim juga mempengaruhi intensitascahaya di daerah dengan latituda tinggi ini, intyensitas pada musim panas jauh berbeda dengan intensitas pada musim dingin.
Variasi intensitas cahaya dalam skala besar akan dimodifikasikan lagi oleh faktor topografi. Sudut dan arah kemiringan akan sangat berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang sampai di permukaan bumi atau ekosisem, hal ini akan lebih terasa untuk daerah-daerah di garis lintang tinggi, sehingga dapat mengahsilakna perbedaan struktur ekosistem.
4. Titik Kompensasi
Untuk menghasilkan produktivitas bersih, tumbuhan harus menerima sejumlah cahaya yang cukup utnuk membentuk karbohidrat yang memadai dalam mengimbangi kehilangan sejumlah karbohirat akibat respirasi. Apabila semua faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi laju fotosintesis dan respirasi diasumsikan konstan, keseimbangan antara kedua proses tadi akan tercapai pada sejumlah intensitas cahaya tertentu. Harga intensitas cahaya dengan laju fotosintessis (pembentukan karbohidrat) dapat mengimbangi kehilangan karbohidrat akibat respirasi dikenal sebagai titik kompensasi. Titik ini menggambarkan intensitas cahaya yang memadai untuk terjadinya fotosintesis, dan merupakan intensitas cahaya minimum yang penting untuk pertumbuhan. Harga titik kompensasi ini akan berlainan untuk setiap jenis tumbuhan.
5.1.5. Heliofita dan Siofita
Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada tempat-tempat dengan intensitas cahaya yang tinggi biasa disebut tumbuhan dengan intensitas cahaya yang tinggi biasa disebut tumbuhan heliofita. Merupakan tumbuhan yang senang dengan cahaya yang tinggi intensitasnya dan mempunyai titik kompensasi yang tinggi pula. Dalam tubuhnya mempunyai sistem kimia yang aktif untuk membentuk karbohidrat dan juga membongkarnya dalam respirasi.
Sebaliknya tumbuhan yang hidup baik dalam situasi jumlah cahaya yang rendah, dengan titik kompnesasi yang rendah pula, dikenal dengan tumbuhan senang keteduhan atau siofita, metabolismenya lambat dan demikian juga proses respirasinya. Titik kompensasi heliofita dapat mencapai setinggi 4.200 luks tetapi utnuk tumbuhan yang hidup di tempat teduh (siofita) titik kompensasinya bisa serendah 27 luks. Bahkan ganggang yang hidup dalam perairan dalam dan ganggang serta lumut yang hidup dalam gua-gua dapat tumbuh dengan intensitas cahaya yang lebih lemah samapai tidak melebihi cahaya bulan.
Beberapa jenis tumbuhan mempunyai karakteristika siofita ketika masih muda, yang kemudian berkembang ke karakeristika heliofita apabila telah dewasa. Hal ini biasanya terjadi pada pohon-pohon dengan anakannya yang harus tahan hidup di bawah peneduhan.
Pada dasarnya kaitan antara besar penyinaran dengan laju fotosintesis merupakan pangkal dari perbedaan heliofita dengan siofita ini. Dalam hal ini peranan pembentukan pigmen hijau serta klorofil sangat erat kaitannya dengan intensitas cahaya tadi. Pada tempat-tempat dengan penyinaran yang penuh, cahaya berkecenderungan untuk merusak atau menghancurkan klorofil ini. Dengan demikian kemampuan yang tinggi dalam pembentukan klorofil ini adalah mutlak diperlukan bagi tumbuhan yang hidup di tempat terbuka.
Apabila tumbuhan tidak mampu menghasilkan klorofil untk mengimbangi klorofil yang hancur (akibat cahaya yang terlalu tinggi intensitasnya) maka tumbuhan itu akan gagal dalam mempertahankan dirinya. Dengan demikian perbedaan kemampuan dalam pembentukan klorofil inilah yang membedakan antara heliofita dengan siofita. Heliofita berkemampuan yang tinggi dalam pembentukan klorofilnya sehingga dapat tahan di temapt terbuka, dan sebaiknya siofita akan lebih efektif apabila berada di bawah naungan dan akan gagal apabila berada pada daerah terbuka.
6. Cahaya Optimal bagi Tumbuhan
Proses pertumbuhan dari tumbuhan membutuhkan hasil fotosintesis yang melebihi kebutuhan respirasi. Jadi kebutuhan minimum cahaya untuk proses pertumbuhan ini baru terpenuhi apabila cahaya melebihi titik kompensasinya. Bagi umumnya tumbuhan intensitas cahaya optimum untuk fotosintesis haruslah lebih kecil dari intensitas cahaya matahari penuh apabila ditinjau dari sudut kebutuhan daun secara individual. Meskipun demikian bila suatu tumbuhan besar hidup pada cahaya yang penuh sebagian besar dari dedaunannya tidak dapat menerima cukup cahaya matahari untuk fotosintesis secara maksimal akibat tertutup dedaunan di permukaan kanopinya. Dengan demikian cahaya matahari penuh akan menguntungkan bagi daun-daun di dalam kanopi untuk mencapai efektifitas
fotosintesis secara total bagi tumbuhan untuk mengimbangi kekurangan dari daun-daun yang berada dalam cahaya supra-optimal.
Intensitas cahaya optimum bagi tumbuhan yang hidup di habitat alami janganlah diartikan betul-betul cahaya optimal untuk difotosintesis. Pada umumnya cahaya matahari itu terlalu kuat atau terlalu lemah bagi organ-organ fotosintesis. Optimum haruslah diartikan bahwa kombinasi tertentu dari faktor-faktor lingkungan lainnya, ingat konsep holosinotik, akan memberikan pengaruh bersih dari kondisi cahaya dalam suatu perioda tertentu lebih baik untuk proses fotosintesis dibandingkan dengan keadaan lainnya.
7. Adaptasi Tumbuhan terhadap Cahaya Kuat
Beberapa tumbuhan mempunyai karakteristik yang dianggap sebagai adaptasinya dalam mereduksi kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat atau supra-optimal. Dedaunan yang mendapat cahaya dengan intensitas yang tinggi kloroplast berbentuk cakram, posisinya sedemikian rupa sehingga cahaya yang diterima hanya oleh dinding vertikalnya. Bahkan pada beberapa jenis tertentu letak daun secara keseluruhan sering tidak berada dalam keadaan horisontal, hal ini untuk menghindar dari arah cahaya yang tegak lurus pada permukaan daun dan ini berarti mengurangi kuat cahaya yang masuk. Berkurangnya kadar klorofil pada intensitas cahaya yang tinggi mengandung aspek yang menguntungkan, cahaya yang diserap atau diabsorpsi akan mempertinggi energi ayng diubah menjadi panas akibat efisiensi ekologi yang rendah. Hal ini akan tidak saja menggenggui keseimbangan air tetapi juga akan mengganggu keseimbangan fotosintesis dengan respirasi dalam tumbuhan. Telah banyak dipelajari bahwa umumnya tumbuhan tropika intensitas cahaya yang diterima mempunyai hubungan langsung dengan kadar anthocyanin. Pigmen ini yang biasanya terletak pada lapisan permukaan dari sel berperan sebagai pemantul cahaya sehingga menghambat atau mengurangi penembusan cahaya ke jaringan yang lebih dalam. Pigmen-pigmen yang berwarna merah ini akan memantulkan terutama cahaya merah yang berkadar panas. Dengan dipantulkannya cahaya merah ini maka akan mereduksi kemungkinan kerusakan-kerusakan sel sebagai akibat pemanasan. Ternyata suhu di bawah lapisan berwarna merah dari suatu buah mempunyai suhu lebih rendah jika dibandingkan dengan bagian lainnya yang berwarna hijau.
Beberapa ganggang yang bebas bergerak akan menghindar dari cahaya yang terlalu kuat dengan jalan pergerakan secara vertikal, bermigrasi ke kedalaman air.
8. Lamanya Penyinaran
Lama penyinaran reltif antara siang dan malam dalam 24 jam akan mempengaruhi fungsi dari tumbuhan secara luas. Jawaban dari organisme hidup terhadap lamanya siang hari dikenal dengan fotoperiodisma. Dalam tetumbuhan jawaban/ respon ini meliputi perbungaan, jatuhnya daun dan dormansi. Di daerah sepanjang khatulistiwa lamanya siang hari atau fotoperioda akan konstan sepanjang tahun, sekitar 12 jam. Di daerah temperata/ bermusim panjang hari lebih dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim dingin. Perbedaan yang terpanjang antara siang dan malam akan terjadi di daerah dengan garis lintang tinggi. Berdasarkan respon ini, tumbuhan berbunga dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu:
a. Tumbuhan berkala panjang, yaitu tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih dari 12 jam untuk terjadinya proses perbungaan. Berbagai tumbuhan temperate termasuk pada kelompok ini, seperti macammacam gandum (wheat dan barley) dan bayam.
b. Tumbuhan berkala pendek, kelompok tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih pendek dari 12 jam untuk terjadinya proses perbungaan, dalam kelompok ini termasuk tembakau dan bunga krisan.
c. Tumbuhan berhari netral, yaitu tumbuhan yang tidak memerlukan perioda panjang hari tertentu untuk proses perbungaannya, misal tomat dan dandelion.
Reaksi tumbuhan berskala panjang dan berskala pendek membatasi penyebarannya secara latitudinal sesuai dengan kondisi fotoperiodanya. Apabila beberapa tumbuhan terpaksa hidup di tempat yang kondisi fotoperiodanya tidak optimal, maka pertumbuhannya akan bergeser pada pertumbuhan vegetatif. Misalnya bawang merah, tumbuhan berkala pendek, akan menghasilkan bulbus/ umbi lapisnya yang besar apabila ditumbuhkan di daerah dengan fotoperioda yang panjang, hal ini memberikan arti ekonomi tertentu dan banyak dilakukan oleh pakar hortikultura.
Di daerah khatulistiwa tingkah laku tumbuhan sehubungan dengan fotoperioda ini tidaklah menunjukkan adanya pengaruh yang mencolok. Tumbuahan akan tetap aktif dan berbunga sepanjang tahun asalkan faktor-faktor lainnya, dalam hal ini suhu, air, dan nutrisi, tidak merupakan faktor pembatas.

KONSEP FAKTOR LINGKUNGAN


Setiap faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan dari suatu organisme dalam proses perkembangannya disebut faktor lingkungan. Makhluk hidup akan menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan tertentu, dalam hal ini tidak ada organisme hidup yang mampu untuk berdiri sendiri tanpa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang ada, dan harus ada kondisi lingkungan tertentu yang berperan terhadapnya dan menentukan kondisi kehidupannya.
Lingkungan mempunyai dimensi ruang dan berkembang sesuai dengan waktu. Lingkungan tidak mungkin seragam baik dalam arti ruang maupun waktu. Pada dasarnya factor lingkungan alami ini selalu memperhatikan perbedaan atau perubahan baik secara vertical maupun lateral, dan bila dikaitkan dengan waktu mereka juga akan bervariasi baik secara harian, bulanan, tahunan, dan musiman. Dengan demikian waktu dan ruang lebih tepat dikatakan sebagai dimensi dari lingkungan, jadi bukan merupakan factor atau komponen lingkungan.
4.1. Komponen Lingkungan
Lingkungan merupakan kompleks dari berbagai faktor yang saling berinteraksi satu sama lainnya, tidak saja antara faktor-faktor biotik dan abiotik, tetapi juga antara biotik itu sendiri dan juga antara abiotik dengan abiotik. Dengan demikian secara operasional sulit untuk memisahkan satu faktor terhadap faktor-faktor lainnya tanpa mempengaruhi kondisi keseluruhannya. Meskipun demikian untuk memahami struktur dan berfungsinya factor lingkungan ini, secara abstrak kita bisa membagi factor-faktor lingkungan ini ke dalam komponen-komponennya, salah satunya adalah pembagian seperti di bawah ini.
a. Faktor iklim, meliputi parameter iklim utama seperti cahaya, suhu, ketersediaan air, dan angin.
b. Faktor tanah, merupakan karakteristika dari tanah seperti nutrisi tanah, reaksi tanah, kadar air tanah, dan kondisi fisika tanah.
c. Faktor topografi, meliputi pengaruh dari terrain seperti sudut kemiringan lahan, aspek kemiringan lahan dan ketinggian tempat dari permukaan laut.
d. Faktor biotik, merupakan gambaran dari semua interaksi dari organisme hidup seperti kompetisi, peneduhan, dan lain-lain.
Billings (1965), membagi dalam dua komponen utama yaitu komponen fisik atau abiotik dengan komponen hidup atau biotik, yang kemudian masing-masing komponen dijabarkan lagi dalam berbagai faktor-faktornya. Untuk memahami pembagian komponen lingkungan dari Billings ini lihatlah tabel berikut ini.
FAKTOR ABIOTIK
FAKTOR BIOTIK
Energi :
   Radiasi
   Suhu
   Aliran panas
Air
Atmosfer dan angin
Api
Gravitasi
Geologi dan tanah
Tumbuhan hijau
Tumbuhan tidak hijau
   Pengurai
   Parasit
Hewan
Manusia
 

 4.2. Hubungan Antar Faktor Lingkungan
Dalam kajian ekosistem sangat penting untuk menganalisis bagaimana faktor-faktor lingkungan beroperasi atau berfungsi. Dalam kenyataannya telah dipahami bahwa faktor-faktor lingkungan saling berinteraksi satu sama lainnya, sehingga sangat sulit untuk memisahkan pengaruh hanya dari satu faktor lingkungannya. Sebagai contoh bahwa kedua faktor iklim dan topografi akan mempengaruhi perkembangan suatu tanah. Demikian juga iklim dan tanah akan berpengaruh secara kuat dalam pola kontrolnya terhadap komponen biotik, menentukan jenis-jenis yang akan mampu menempati suatu tempat atau daerah tertentu.
Meskipun demikian karakteristik mendasar dari ekosistem apapun akan ditentukan atau diatur oleh komponen abiotiknya. Pengaruh dari variabel abiotik ini akan dimodifikasi oleh tumbuhan dan hewan, misalnya terciptanya perlindungan oleh pohon meskipun sifatnya terbatas. Faktor-faktor abiotik merupakan penentu secara mendasar terhadap ekosistem, sedangkan kontrol faktor biotik setidaknya tetap menjadi penting dalam mempengaruhi penyebaran dan fungsi individu dari jenis makhluk hidup. Semua faktor lingkungan bervariasi secara ruang dan waktu. Organisme hidup bereaksi terhadap variasi lingkungan ini, sehingga hubungan ini akan membentuk komunitas dan ekosistem tertentu, baik berdasarkan ruang maupun waktu.
4.3. Hukum Minimum dari Liebig
Dalam tahun 1840 Justus von Liebig, seorang pakar kimia dari Jerman, memprakarsai suatu kajian dalam pengaruh berbagai faktor terhadap pertumbuhan tanaman tanaman. Dia berpendapat bahwa hasil dari suatu panen tanaman sering dibatasi oleh nutrisi yang diperlukan dalam jumlah yang banyak seperti karbon dan air. Dia menemukan bahwa kekurangan posfor seringkali merupakan faktor yang membatasi pertumbuhan tanaman tersebut. Penemuan ini membawa pada pemikiran bahwa adanya faktor penentu yang mungkin membatasi produktivitas tanaman. Pemikirannya, pada saat itu, kemudian dikembangkannya menjadi hukum yang terkenal dengan “hukum minimum”, yang dinyatakan sebagai berikut: Pertumbuhan dari tanaman tergantung pada sejumlah bahan makanan yang berada dalam kuantitas terbatas atau sedikit sekali.
Hukum minimum hanya berperan dengan baik untuk materi kimia yang diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi. Liebig tidak mempertimbangkan peranan faktor lainnya, baru kemudian peneliti lainnya mengembang pertanyaannya yang menyangkut faktor suhu dan cahaya. Sebagai hasilnya mereka menambahkan dua pertanyaan, yaitu:
  • Hukum ini berlaku hanya dalam kondisi keseimbangan yang dinamis atau steady state. Apabila masukan dan keluaran energi dan materi dari ekosistem tidak berada dalam keseimbangan, jumlah berbagai substansi yang diperlukan akan berubah terus dan hukum minimum tidak berlaku.
  • Hukum minimum harus memperhatikan juga asana interaksi diantara faktor-faktor lingkungan. Konsentrasi yang tinggi atau ketersediaan yang melimpah dari sesuatu substansi mungkin akan mempengaruhi laju pemakaian dari substansi lain dalam jumlah yang minimum. Sering juga terjadi organisasi hidup memanfaatkan unsur kimia tambahan yang mirip dengan yang diperlukan yang ternyata tidak ada di habitatnya.
4.4. Hukum Toleransi dari Shelford
Salah satu perkembangan yang paling berarti dalam kajian faktor lingkungan terjadi pada tahun 1913 ketika Victor Shelford mengemukakan hukum toleransi. Hukum ini mengungkapkan pentingnya toleransi dalam menerangkan distribusi dari jenis. Hukum toleransi menyatakan bahwa untuk setiap faktor lingkungan suatu jenis mempunyai suatu kondisi minimum dan maksimum yang dapat dipikulnya, diantara kedua harga ekstrim ini merupakan kisaran toleransi dan termasuk suatu kondisi optimum.
Kisaran toleransi dapat dinyatakan dalam bentuk kurva lonceng, dan akan berbeda untuk setiap jenis terhadap faktor lingkungan yang sama atau mempunyai kurva yang berbeda untuk satu jenis organisme terhadap faktor-faktor lingkungan yang berbeda. Misalnya jenis A mungkin mempunyai batas kisaran yang lebih luas terhadap suhu tetapi mempunyai kisaran yang sempat terhadap kondisi tanah.
Untuk memberikan gambaran umum terhadap kisaran toleransinya ini, biasanya dipakai awalan s t e n o untuk kisaran toleransi yang sempit, awalan i r i untuk kisaran toleransi yang luas.
-----------------------------------------------------------------------------
Toleransi sempit              Toleransi luas                  Faktor lingkungan
----------------------------------------------------------------------------
Stenotermal                             iritermal                          s u h u
Stenohidrik                     irihidrik                           a i r
Stenohalin                      irihalin                            salinitas
Stenofagik                      irifagik                            makanan
Stenoedafik                              iriedafik                          tanah
Stenoesius                      iriesius                            seleksi habitat
----------------------------------------------------------------------------
Shelford menyatakan bahwa jenis-jenis dengan kisaran toleransi yang luas untuk berbagai faktor lingkungan akan menyebar secara luas. Ia juga menambahkan bahwa dalam fasa reproduksi dari daur hidupnya faktor-faktor lingkungan lebih membatasi: biji, telur, embrio mempunyai kisaran yang sempit jika dibandingkan dengan fasa dewasanya.
Hasil Shelford telah memberikan dorongan dalam kajian berbagai ekologi toleransi. Berbagai percobaan dilakukan di laboratorium untuk mendapatkan atau menentukan kisaran toleransi dari individu sesuatu jenis makhluk hidup terhadap berbagai faktor lingkungan. Hasilnya sangat berguna untuk aspek-aspek terapan, seperti menentukan toleransi jenis terhadap pencemaran air yang sedikit banyak akan memberikan gambaran dalam hal penyebaran tersebut. Shelford sendiri memberikan penjelasan dalam hukumnya bahwa reaksi suatu organisme terhadap faktor lingkungan tertentu mempunyai hubungan yang erat dengan kondisi lingkungan lainnya, misalnya apabila nitrat dalam tanah terbatas jumlahnya maka resistensi rumput terhadap kekeringan akan menurun.
Dengan demikian ia juga sudah memberikan gambaran bahwa adanya kemungkinan yang tidak menyeluruh hasil penelitian di laboratorium (kondisi buatan) yang memperlihatkan hubungan antara satu faktor lingkungan dengan organsime hidup. Shelford juga melihat kenyataan bahwa sering organisme hidup, tetumbuhan dan hewan-hewan, hidup berada pada kondisi yang tidak optimal. Mereka berada dalam kondisi yang tidak optimal ini akibat kompetisi dengan yang lainnya, sehingga berada pada keadaan yang lebih efektif dalam kehidupannya. Misalnya berbagai kehidupan tetumbuhan di padang pasir sesungguhnya akan tumbuh lebih baik di tempat yang lembab, tetapi mereka memilih padang pasir karena adanya keuntungan ekologi yang lebih. Demikian juga dengan anggrek sebenarnya kondisi optimalnya berada pada keadaan penyinaran yang langsung, tetapi mereka hidup di bawah naungan karena faktor kelembaban sangat lebih menguntungkan.
4.5. Konsep Faktor Pembatas
Meskipun hukum dari Shelford ini pada dasarnya benar, tetapi sekarang para pakar ekologi berpendirian bahwa pendapat ini terlalu kaku. Akan lebih bermanfaat apabila menggabungkan konsep minimum dengan konsep toleransi ini untuk mendapatkan gambaran yang lebih umum lagi. Hal ini didasarkan kenyataan gambaran yang lebih umum lagi. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa kehadiran dan keberhasilan dari organisme hidup itu tergantung pada kondisi-kondisi yang tidak sederhana. Organisme hidup di alam dikontrol tidak hanya oleh suplai materi yang minimum diperlukannya tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya yang keadaannya kritis. Faktor apapun yang kurang atau melebihi batas toleransinya mungkin akan merupakan pembatas dalam penyebaran jenis. Memang sulit untuk menentukan di alam faktor-faktor pembatas ini, karena masalah yang erat kaitannya dengan pemisahan pengaruh setiap komponen lingkungan secara terpisah di habitatnya. Nilai lebih dari penggabungan konsep faktor pembatas adalah dalam memberikan pola atau arahan dalam kajian hubungan-hubungan yang kompleks dari faktor lingkungan ini.
Para pakar ekologi sekarang menyadari bahwa terlalu banyak perhatian ditujukan pada kajian kisaran toleransi dan faktor-faktor pembatas itu sendiri. Kajian hendaknya diarahkan untuk mempelajari bagaimana tumbuhan dan hewan berkembang untuk mempelajari bagaimana tumbuhan dan hewan berkembang untuk menguasai habitat tertentu dan menghasilkan kisaran toleransi terhadap faktor-faktor lingkungan yang sesuai untuk bisa mempertahankan diri. Kajiankajian ekologi toleransi yang didasarkan pada pemikiran Liebig dan Shelford pada umumnya tidak menjawab pertanyaan ekologi mendasar, bagaimana jenis-jenis teradaptasi terhadap beberapa faktor pembatasnya.
Pandangan ekologi yang lebih berkembang adalah memikirkan perkembangan jenis untuk mencapai suatu kehidupan dengan memperhatikan kisaran toleransi sebagai hasil sampingan dari persyaratan yang dipilih dalam pola kehidupannya. Pendekatan ini menekankan pentingnya evolusi yang membawa pengertian yang lebih baik hubungan antara individu suatu jenis dengan habitatnya.

Senin, 01 November 2010

MORFOLOGI AKAR (RADIX)


SIFAT-SIFAT AKAR :
·         Biasanya di dalam tanah
·         Bersifat geotrop atau hidrotrop
·         Tidak berbuku-buku (nodus)
·         Warna tidak hijau
·         Tumbuh pada bagian ujungnya
·         Bentuk umumnya meruncing

FUNGSI AKAR :
·         Memperkuat berdirinya tumbuhan
·         Menyerap air dan zat makanan
·         Mengangkut air dan zat makanan
·         Kadang-kadang sebagai tempat penimbunan makanan

BAGIAN-BAGIAN AKAR
·         Leher akar (collum)
·         Ujung akar (apex radicis)
·         Batang akar (corpus radicis)
·         Cabang-cabang akar (radix lateralis)
·         Serabut akar (fibrilla radicalis)
·         Rambut akar (pilus radicalis)
·         Tudung akar (calyptra)



























SISTEM PERAKARAN :
·         Sistem akar tunggang
·         Sistem akar serabut

MACAM –MACAM AKAR :
·         Akar tombak (fusiformis), misalnya akar lobak
·         Akar gasing (napiformis), misalnya  Beta vulgaris
·         Akar benang (filiformis), misalnya Phaseolus lunatus
·         Akar Udara atau akar gantung (radix aereus), misalnya Ficus benjamina
·         Akar penghisap (haustorium), misalnya Cuscutha Australia
·         Akar pelekat (radix adligans), misalnya sirih
·         Akar pembelit (cirrhus radicalis) misalnya panili
·         Akar napas (pneumatophora), misalnya Sonneratia
·         Akar tunjang, misalnya bakau
·         Akar lutut, misalnya Bruguiera parvifolia
·         Akar banir, misalnya kenari
Akar tombak
Akar gasing
Akar nafas
Tali putri
Akar tunjang

TUGAS :
Maaf sudah dihapus ... silahkan hub. via Email : Najamuddin44@yahoo.co.id

Senin, 25 Oktober 2010

MORFOLOGI BATANG (CAULIS)

MORFOLOGI BATANG (CAULIS)
SIFAT BATANG :
• Umumnya bentuk panjang bulat (silindris)
• Terdiri dari ruas-ruas (internodus) & buku-buku (nodus)
• Bersifat fototrop atau heliotrof
• Bertambah panjang di ujungnya
• Umumnya mengadakan percabangan
• Umumnya tidak berwarna hijau (kecuali tumbuhan yg berumur pendek)

FUNGSI BATANG :
• Mendukung bagian tumbuhan yg ada di atas tanah
• Memperluas bidang asimilasi
• Jalan pengakutan air & zat-zat makanan
• Tempat penimbunan makanan cadangan

BENTUK BATANG :
• Bulat (teres), misalnya tebu, kelapa
• Bersegi (angularis) : Segi tiga (triangularis), misalnya teki; Segi empat (quadrangularis), misalnya markisah
• Pipih : Filokladia (phyllocladium), misalnya jakang dan Kladodia (cladodium), misalnya kaktus


Bulat
filokladia














Kladodia









PERMUKAAN BATANG
• Licin (laevis), misalnya batang jagung
• Berusuk (Costatus), misalnya iler
• Beralur (sulcatus),
• Bersayap (alatus), misalnya markisah
• Berambut (pilosus), misalnya tembakau
• Berduri (spinosus), misalnya mawar
• Terdapat bekas daun, misalnya kelapa
• Terdapat banyak lentisel, misalnya sengon
• Dll.


ARAH TUMBUH BATANG
• Tegak lurus (erectus), misalnya pepaya
• Menggantung (dependens), misalnya tumbuhan epifit
• Berbaring (humifulus), misalnya semangka
• Menjalar (repens), misalnya ubi jalar
• Serong ke atas (oscendens), misalnya kacang tanah
• Mengangguk (nutans), misalnya bunga matahari
• Memanjat (scandens), dengan akar pelekat, akar pembelit, sulur, duri, dll.
• Membelit ke kanan (sinisstrorsum volubilis), misalnya kembang telang
• Membelit ke kiri (dextrorsum volubilis), misalnya gadung

PERCABANGAN BATANG
• Monopodial, misalnya cemara
• Simpodial, misalnya sawo manila
• Dikotom, misalnya paku Gleicenia linearis











Simpodial
Dikotom
MODIFIKASI BATANG
• Rimpang (rhizome)
• Umbi batang


















m