Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem. Ada tiga aspek penting yang erat kaitannya dengan sistem ekologi, yaitu:
a. Kualitas cahaya.
b. Intensitas cahaya.
c. Lama penyinaran.
Variasi dari ketiga parameter tadi akan menentukan berbagai proses fisiologi dan morfologi dari tumbuhan.
1. Kualitas Cahaya
Radiasi matahari secara fisika merupakan gelombang-gelombang elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang. Tidak semua gelombang-gelombang tadi dapat menembus lapisan atas atmosfer untuk mencapai permukaan bumi. Yang dapat mencapai permukaan bumi ini adalah gelombang-gelombang dengan ukuran 0,3 sampai 10 mikron. Gelombang yang dapat terlihat oleh mata berkisar antara 0,39 sampai 7,60 mikron, sedangkan gelombang di bawah 0,39 merupakan gelombang pendek dikenal dengan ultraviolet dan gelombang di atas 7,60 mikron merupakan radiasi gelombang panjang atau infrared/merah-panjang. Umumnya kualitas cahaya tidak memperlihatkan perbedaan yang mencolok antara satu tempat denan tempat lainnya, sehingga tidak selalu merupakan faktor ekologi yang penting. Meskipun demikian telah dipahami adanya respon kehidupan terhadap berbagai panjang gelombang cahaya ini.
Umumnya tumbuhan teradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang gelombang antara 0,39 sampai 7,60 mikron. Utraviolet dan infrared tidak dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Klorofil yang berwarna hijau mengabsorbsi cahaya merah dan biru, dengan demikian panjang gelombang itulah merupakan bagian dari spektrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis. Di ekosistem daratan kualitas cahaya tidak mempunyai variasi yang berarti untuk mempengaruhi fotosintesis, kecuali apabila kanopi vegetasi menyerap sejumlah cahaya maka cahaya yang sampai di dasar akan jauh berbeda dengan cahaya yang sampai di kanopi, akan terjadi pengurangan cahaya merah dan biru. Dengan demikian tumbuhan yang hidup di bawah naungan kanopi harus teradaptasi dengan kondisi cahaya yang rendah energinya. Dalam ekosistem perairan cahaya merah dan biru diserap fitoplankton yang hidup di permukaan, sehingga cahaya hijau akan dilalukan atau dipenetrasikan ke lapisan lebih bawah dan sulit untuk diserap oleh fitoplankton. Ganggang merah dengan pigmen tambahan phycoerythrin atau pigmen merah coklat mampu mengabsorpsi cahaya hijau ini untuk fotosintesisnya, dengan demikian ganggang merah ini mampu hidup pada kedalaman laut.
Pengaruh dari cahaya ultraviolet terhadap tumbuhan masih belum jelas, yang terang cahaya ini dapat merusak atau membunuh bakteria dan juga dipahami mampu mempengaruhi perkembangan tumbuhan menjadi terhambat pertumbuhannya. Umumnya gelombang-gelombang pendek dari radiasi matahari terabsorbsi di bagian atas atmosfer sehingga hanya sebagian kecil yang mampu sampai di permukaan bumi. Dengan demikian pengaruh ultraviolet ini akan terjadi dan sangat terasa di daerah pegunungan yang tinggi. Bentuk-bentuk daun yang roset merupakan karakterisktika tumbuhan di daerah pegunugan, hal ini merupakan hasil penyinaran ultraviolet dan menghambat untuk terjadinya batang yang panjang. Juga diperkirakan ultraviolet dapat mencegah berbagai jenis tumbuhan untuk bermigrasi, sehingga dengan demikian cahaya ultraviolet berfungsi sebagai agen dalam menentukan penyebaran tumbuhan.
3. Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya yang terpenting sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/spasial maupun dalam waktu/ temporal. Radiasi matahari yang sampai dan menembus atmosfer bumi akan terabsorpsi dan terrefleksi atau terhamburkan oleh gas-gas dan partikel-partikel yang dikandungnya. Intensitas cahaya yang terbesar terjadi di daerah tropika, terutama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya direfleksikan oleh awan. Di daerah garis lintang rendah cahaya matahari menembus atmosfer dan membentuk sudut yang besar dengan permukaan bumi, sehingga lapisan atmosfer yang tertembus berada dalam ketebalan minimum.
Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan naiknya garis lintang. Pada garis lintang yang tinggi matahari berada pada sudut yang rendah terhadap permukaan bumi dan juga permukaan atmosfer, dengan demikian sinar menembus lapisan atmosfer yang terpanjang, ini akan mengakibatkan lebih banyak cahaya yang direfleksikan dan dihamburkan oleh lapisan awan dan pencemar di atmosfer.
Perbedaan musim juga mempengaruhi intensitascahaya di daerah dengan latituda tinggi ini, intyensitas pada musim panas jauh berbeda dengan intensitas pada musim dingin.
Variasi intensitas cahaya dalam skala besar akan dimodifikasikan lagi oleh faktor topografi. Sudut dan arah kemiringan akan sangat berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang sampai di permukaan bumi atau ekosisem, hal ini akan lebih terasa untuk daerah-daerah di garis lintang tinggi, sehingga dapat mengahsilakna perbedaan struktur ekosistem.
4. Titik Kompensasi
Untuk menghasilkan produktivitas bersih, tumbuhan harus menerima sejumlah cahaya yang cukup utnuk membentuk karbohidrat yang memadai dalam mengimbangi kehilangan sejumlah karbohirat akibat respirasi. Apabila semua faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi laju fotosintesis dan respirasi diasumsikan konstan, keseimbangan antara kedua proses tadi akan tercapai pada sejumlah intensitas cahaya tertentu. Harga intensitas cahaya dengan laju fotosintessis (pembentukan karbohidrat) dapat mengimbangi kehilangan karbohidrat akibat respirasi dikenal sebagai titik kompensasi. Titik ini menggambarkan intensitas cahaya yang memadai untuk terjadinya fotosintesis, dan merupakan intensitas cahaya minimum yang penting untuk pertumbuhan. Harga titik kompensasi ini akan berlainan untuk setiap jenis tumbuhan.
5.1.5. Heliofita dan Siofita
Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada tempat-tempat dengan intensitas cahaya yang tinggi biasa disebut tumbuhan dengan intensitas cahaya yang tinggi biasa disebut tumbuhan heliofita. Merupakan tumbuhan yang senang dengan cahaya yang tinggi intensitasnya dan mempunyai titik kompensasi yang tinggi pula. Dalam tubuhnya mempunyai sistem kimia yang aktif untuk membentuk karbohidrat dan juga membongkarnya dalam respirasi.
Sebaliknya tumbuhan yang hidup baik dalam situasi jumlah cahaya yang rendah, dengan titik kompnesasi yang rendah pula, dikenal dengan tumbuhan senang keteduhan atau siofita, metabolismenya lambat dan demikian juga proses respirasinya. Titik kompensasi heliofita dapat mencapai setinggi 4.200 luks tetapi utnuk tumbuhan yang hidup di tempat teduh (siofita) titik kompensasinya bisa serendah 27 luks. Bahkan ganggang yang hidup dalam perairan dalam dan ganggang serta lumut yang hidup dalam gua-gua dapat tumbuh dengan intensitas cahaya yang lebih lemah samapai tidak melebihi cahaya bulan.
Beberapa jenis tumbuhan mempunyai karakteristika siofita ketika masih muda, yang kemudian berkembang ke karakeristika heliofita apabila telah dewasa. Hal ini biasanya terjadi pada pohon-pohon dengan anakannya yang harus tahan hidup di bawah peneduhan.
Pada dasarnya kaitan antara besar penyinaran dengan laju fotosintesis merupakan pangkal dari perbedaan heliofita dengan siofita ini. Dalam hal ini peranan pembentukan pigmen hijau serta klorofil sangat erat kaitannya dengan intensitas cahaya tadi. Pada tempat-tempat dengan penyinaran yang penuh, cahaya berkecenderungan untuk merusak atau menghancurkan klorofil ini. Dengan demikian kemampuan yang tinggi dalam pembentukan klorofil ini adalah mutlak diperlukan bagi tumbuhan yang hidup di tempat terbuka.
Apabila tumbuhan tidak mampu menghasilkan klorofil untk mengimbangi klorofil yang hancur (akibat cahaya yang terlalu tinggi intensitasnya) maka tumbuhan itu akan gagal dalam mempertahankan dirinya. Dengan demikian perbedaan kemampuan dalam pembentukan klorofil inilah yang membedakan antara heliofita dengan siofita. Heliofita berkemampuan yang tinggi dalam pembentukan klorofilnya sehingga dapat tahan di temapt terbuka, dan sebaiknya siofita akan lebih efektif apabila berada di bawah naungan dan akan gagal apabila berada pada daerah terbuka.
6. Cahaya Optimal bagi Tumbuhan
Proses pertumbuhan dari tumbuhan membutuhkan hasil fotosintesis yang melebihi kebutuhan respirasi. Jadi kebutuhan minimum cahaya untuk proses pertumbuhan ini baru terpenuhi apabila cahaya melebihi titik kompensasinya. Bagi umumnya tumbuhan intensitas cahaya optimum untuk fotosintesis haruslah lebih kecil dari intensitas cahaya matahari penuh apabila ditinjau dari sudut kebutuhan daun secara individual. Meskipun demikian bila suatu tumbuhan besar hidup pada cahaya yang penuh sebagian besar dari dedaunannya tidak dapat menerima cukup cahaya matahari untuk fotosintesis secara maksimal akibat tertutup dedaunan di permukaan kanopinya. Dengan demikian cahaya matahari penuh akan menguntungkan bagi daun-daun di dalam kanopi untuk mencapai efektifitas
fotosintesis secara total bagi tumbuhan untuk mengimbangi kekurangan dari daun-daun yang berada dalam cahaya supra-optimal.
Intensitas cahaya optimum bagi tumbuhan yang hidup di habitat alami janganlah diartikan betul-betul cahaya optimal untuk difotosintesis. Pada umumnya cahaya matahari itu terlalu kuat atau terlalu lemah bagi organ-organ fotosintesis. Optimum haruslah diartikan bahwa kombinasi tertentu dari faktor-faktor lingkungan lainnya, ingat konsep holosinotik, akan memberikan pengaruh bersih dari kondisi cahaya dalam suatu perioda tertentu lebih baik untuk proses fotosintesis dibandingkan dengan keadaan lainnya.
7. Adaptasi Tumbuhan terhadap Cahaya Kuat
Beberapa tumbuhan mempunyai karakteristik yang dianggap sebagai adaptasinya dalam mereduksi kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat atau supra-optimal. Dedaunan yang mendapat cahaya dengan intensitas yang tinggi kloroplast berbentuk cakram, posisinya sedemikian rupa sehingga cahaya yang diterima hanya oleh dinding vertikalnya. Bahkan pada beberapa jenis tertentu letak daun secara keseluruhan sering tidak berada dalam keadaan horisontal, hal ini untuk menghindar dari arah cahaya yang tegak lurus pada permukaan daun dan ini berarti mengurangi kuat cahaya yang masuk. Berkurangnya kadar klorofil pada intensitas cahaya yang tinggi mengandung aspek yang menguntungkan, cahaya yang diserap atau diabsorpsi akan mempertinggi energi ayng diubah menjadi panas akibat efisiensi ekologi yang rendah. Hal ini akan tidak saja menggenggui keseimbangan air tetapi juga akan mengganggu keseimbangan fotosintesis dengan respirasi dalam tumbuhan. Telah banyak dipelajari bahwa umumnya tumbuhan tropika intensitas cahaya yang diterima mempunyai hubungan langsung dengan kadar anthocyanin. Pigmen ini yang biasanya terletak pada lapisan permukaan dari sel berperan sebagai pemantul cahaya sehingga menghambat atau mengurangi penembusan cahaya ke jaringan yang lebih dalam. Pigmen-pigmen yang berwarna merah ini akan memantulkan terutama cahaya merah yang berkadar panas. Dengan dipantulkannya cahaya merah ini maka akan mereduksi kemungkinan kerusakan-kerusakan sel sebagai akibat pemanasan. Ternyata suhu di bawah lapisan berwarna merah dari suatu buah mempunyai suhu lebih rendah jika dibandingkan dengan bagian lainnya yang berwarna hijau.
Beberapa ganggang yang bebas bergerak akan menghindar dari cahaya yang terlalu kuat dengan jalan pergerakan secara vertikal, bermigrasi ke kedalaman air.
8. Lamanya Penyinaran
Lama penyinaran reltif antara siang dan malam dalam 24 jam akan mempengaruhi fungsi dari tumbuhan secara luas. Jawaban dari organisme hidup terhadap lamanya siang hari dikenal dengan fotoperiodisma. Dalam tetumbuhan jawaban/ respon ini meliputi perbungaan, jatuhnya daun dan dormansi. Di daerah sepanjang khatulistiwa lamanya siang hari atau fotoperioda akan konstan sepanjang tahun, sekitar 12 jam. Di daerah temperata/ bermusim panjang hari lebih dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim dingin. Perbedaan yang terpanjang antara siang dan malam akan terjadi di daerah dengan garis lintang tinggi. Berdasarkan respon ini, tumbuhan berbunga dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu:
a. Tumbuhan berkala panjang, yaitu tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih dari 12 jam untuk terjadinya proses perbungaan. Berbagai tumbuhan temperate termasuk pada kelompok ini, seperti macammacam gandum (wheat dan barley) dan bayam.
b. Tumbuhan berkala pendek, kelompok tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih pendek dari 12 jam untuk terjadinya proses perbungaan, dalam kelompok ini termasuk tembakau dan bunga krisan.
c. Tumbuhan berhari netral, yaitu tumbuhan yang tidak memerlukan perioda panjang hari tertentu untuk proses perbungaannya, misal tomat dan dandelion.
Reaksi tumbuhan berskala panjang dan berskala pendek membatasi penyebarannya secara latitudinal sesuai dengan kondisi fotoperiodanya. Apabila beberapa tumbuhan terpaksa hidup di tempat yang kondisi fotoperiodanya tidak optimal, maka pertumbuhannya akan bergeser pada pertumbuhan vegetatif. Misalnya bawang merah, tumbuhan berkala pendek, akan menghasilkan bulbus/ umbi lapisnya yang besar apabila ditumbuhkan di daerah dengan fotoperioda yang panjang, hal ini memberikan arti ekonomi tertentu dan banyak dilakukan oleh pakar hortikultura.
Di daerah khatulistiwa tingkah laku tumbuhan sehubungan dengan fotoperioda ini tidaklah menunjukkan adanya pengaruh yang mencolok. Tumbuahan akan tetap aktif dan berbunga sepanjang tahun asalkan faktor-faktor lainnya, dalam hal ini suhu, air, dan nutrisi, tidak merupakan faktor pembatas.